ALLAH Subhanahu wa Ta’ala
berfirman:
“Kaum pria adalah pemimpin
bagi kaum wanita disebabkan
Allah telah melebihkan sebagian
mereka (kaum pria) di atas
sebagian yang lain (kaum
wanita) dan disebabkan kaum
pria telah membelanjakan
sebagian dari harta
mereka…” (An Nisa: 34)
Demikian indahnya tuturan
kalam Ilahi di atas menetapkan
tatanan hidup yang pasti
mengantarkan kepada
kebahagiaan. Namun manusia
yang durjana ingin merubah
keindahan tatanan tersebut.
Akibatnya musibah datang silih
berganti dan malapetaka
semakin meluas. Wanita yang
seharusnya tunduk di bawah
kepemimpinan pria menjadi
sebaliknya, ia yang memimpin.
Padahal Rasul yang mulia
shallallahu ‘alaihi wasallam jauh
sebelumnya telah berpesan
dalam sabdanya yang agung:
“Tidak akan beruntung suatu
kaum yang menyerahkan urusan
mereka kepada seorang
wanita.” (Shahih, HR. Bukhari no.
4425)
Kita tahu setiap rumah tangga
butuh seorang pemimpin untuk
mengatur keperluan rumah
tersebut berikut penghuninya
dan ia bertanggung jawab atas
seluruh penghuni rumah. Karena
begitu besar perannya maka ia
harus didengar dan ditaati
selama tidak memerintahkan
maksiat kepada Allah Subhanahu
wa Ta’ala. Dan dengan hikmah-
Nya yang agung, Allah
Subhanahu wa Ta’ala memilih
pria untuk menjadi pemimpin
tersebut.
Berkata Al Imam Ath Thabari
rahimahullah menafsirkan ayat di
atas: “Kaum pria merupakan
pemimpin bagi para wanita
dalam mendidik dan
membimbing mereka untuk
melaksanakan kewajiban kepada
Allah dan kepada suami-suami
mereka. Karena Allah telah
melebihkan kaum pria di atas
istri-istri mereka dalam hal
pemberian mahar dan infak
(belanja) dari harta mereka guna
mencukupi kebutuhan keluarga.
Hal itu merupakan keutamaan
Allah tabaraka wa ta’ala kepada
kaum pria hingga pantaslah
mereka menjadi pemimpin kaum
wanita…”
Kemudian beliau menukilkan
tafsiran Ibnu Abbas radhiyallahu
‘anhuma terhadap ayat di atas:
“Pria (suami) merupakan
pemimpin wanita (istri) agar
wanita itu mentaatinya dalam
perkara yang Allah perintahkan
dan mentaatinya dengan berbuat
baik kepada keluarganya dan
menjaga hartanya. Bila si istri
enggan untuk taat kepada Allah,
boleh bagi suami untuk
memukulnya dengan pukulan
yang tidak memberi cacat…”
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma
juga menyatakan pria lebih
utama dari wanita dengan
nafkah yang diberikannya dan
usahanya. (Lihat Tafsis Ath
Thabari, 5/57-58)
Syaikh Abdurrahman bin Nashir
As Sa’di rahimahullah berkata
setelah membawakan ayat ini
dalam tafsir beliau: “Pria
memimpin wanita dengan
mengharuskan mereka
menunaikan hak-hak Allah Ta’ala
seperti menjaga apa yang
diwajibkan Allah dan mencegah
mereka dari kerusakan. Mereka
juga memimpin kaum wanita
dengan memberi belanja/nafkah,
memberi pakaian dan tempat
tinggal.” (Taisir Al Karimir
Rahman fi Tafsir Al Kalamin
Mannan hal. 177)
Maka dapatlah dipahami bahwa
pria dijadikan pemimpin bagi
wanita karena dua perkara:
Pertama, Allah telah melebihkan
pria atas wanita dari berbagai
sisi di antaranya pria secara
khusus diberi wewenang untuk
memimpin negara, sementara
bila ada wanita yang memimpin
negara maka ditujukan
kepadanya sabda Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam:
“Tidak akan beruntung suatu
kaum yang menyerahkan urusan
mereka kepada wanita.” (Shahih,
HR. Bukhari)
Demikian pula dalam masalah
kenabian dan kerasulan, khusus
diangkat dari kalangan pria
sebagaimana firman-Nya:
“Tidaklah Kami mengutus rasul-
rasul sebelummu (wahai
Muhammad) melainkan beberapa
orang laki-laki yang Kami beri
wahyu kepada mereka.” (Al
Anbiya: 7)
Allah Subhanahu wa Ta’ala
mengkhususkan kaum pria
dalam banyak ibadah seperti
jihad, shalat jum’at dan lainnya.
Demikian pula Allah anugerahkan
kepada mereka akal yang kuat,
kesabaran dan keteguhan hati
yang tidak dimiliki oleh wanita.
(Taisir Al Karimir Rahman fi Tafsir
Al Kalamin Mannan hal. 177)
Kedua, Allah membebankan
kepada pria (suami) untuk
menafkahi istrinya. Ibnu Katsir
rahimahullah ketika menafsirkan
firman Allah Subhanahu wa
Ta’ala:
“…dan disebabkan kaum pria
telah membelanjakan sebagian
dari harta mereka…” (An Nisa:
34)
Beliau menyatakan: (Harta yang
mereka belanjakan) berupa
mahar, nafkah dan tanggungan
yang Allah wajibkan pada
mereka seperti yang tersebut
dalam kitab-Nya dan sunnah
Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi
wasallam. Maka pria lebih utama
dari wanita dan ia memiliki
kelebihan dan keunggulan di
atas wanita karena itu ia pantas
menjadi pemimpin bagi wanita
sebagaimana Allah Subhanahu
wa Ta’ala berfirman:
“Para suami memiliki kelebihan
satu tingkatan di atas para
istri.” (Al Baqarah: 228)
Ketika menafsirkan ayat di atas,
beliau rahimahullah menyatakan:
“Para suami memiliki kelebihan
satu tingkatan di atas para istri
yaitu dalam keutamaan, dalam
penciptaan, tabiat, kedudukan,
keharusan mentaati perintahnya
(yakni istri harus taat dengan
suaminya selama tidak
memerintahkan untuk
bermaksiat kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala), dalam
memberikan infak/belanja…
(Tafsir Ibnu Katsir 2/278)
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
dalam sabda-sabdanya juga
banyak menyinggung kelebihan
pria atau suami dibanding
wanita. Di antaranya bisa kita
baca berikut ini:
“Seandainya aku boleh
memerintahkan seseorang untuk
sujud kepada orang lain niscaya
aku perintahkan istri untuk sujud
kepada suaminya.” (HR. Tirmidzi,
dan dikatakan oleh Syaikh Al
Albani rahimahullah dalam
Shahih Sunan Tirmidzi no. 926:
hasan shahih)
“Seandainya aku boleh
memerintahkan seseorang untuk
sujud kepada selain Allah niscaya
aku perintahkan istri untuk sujud
kepada suaminya. Demi Dzat
yang jiwa Muhammad berada di
tangan-Nya, tidaklah seorang
istri dapat menunaikan hak
Tuhannya hingga ia menunaikan
hak suaminya seluruhnya.
Sampai-sampai seandainya
suaminya meminta dirinya
(mengajaknya bersenggama)
sementara dia sedang berada di
atas pelana (yang dipasang di
atas unta) dia tidak boleh
menolaknya.” (HR. Ahmad dalam
Musnadnya, Ibnu Majah dan Ibnu
Hibban. Dihasankan oleh Syaikh
Al Albani dalam Shahihul Jami’
5295 dan Irwaul Ghalil 1998)
Istri yang menolak ajakan
senggama dari suaminya
diancam oleh Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam
dengan sabda beliau:
“Jika seorang suami memanggil
istrinya ke tempat tidurnya lalu si
istri menolak untuk datang maka
para malaikat akan melaknatnya
sampai pagi.” (Shahih, HR.
Bukhari no. 5193 dan Muslin no.
1436)
Dalam riwayat Muslim (no. 1436):
“Demi Dzat yang jiwaku berada
di tangan-Nya, tidaklah seorang
suami memanggil istrinya ke
tempat tidurnya lalu si istri
menolak ajakan suaminya
melainkan yang di langit murka
pada istri tersebut sampai
suaminya ridha padanya.”
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda ketika ditanya kriteria
istri yang baik:
“Istri yang menyenangkan ketika
dipandang oleh suaminya, taat
kepada suaminya ketika
diperintah dan ia tidak
menyelisihi suaminya dalam
perkara yang tidak disukai
suaminya baik dalam dirinya
maupun harta suaminya.” (HR.
Ahmad. Dishahihkan Syaikh Al
Albani dalam As Shahihul Jami’
no. 3398, Al Misykat 3272 dan As
Shahihah 1838)
Seorang istri tidak
diperkenankan puasa sunnah
ketika suaminya berada di rumah
kecuali setelah mendapat izin
darinya, sebagaimana sabda
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:
“Tidak boleh seorang istri puasa
sunnah sementara suaminya ada
di rumah kecuali setelah
mendapat izin dari
suaminya.” (Shahih, HR. Bukhari
no. 5192 dan Muslim no. 1026)
Seorang istri diperkenankan
keluar rumah untuk shalat di
masjid bila telah mendapatkan
izin suaminya. Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam menuntunkan:
“Apabila istri salah seorang dari
kalian minta izin ke masjid maka
janganlah ia
melarangnya.” (Shahih, HR.
Bukhari no. 5238 dan Muslim no.
442)
Dari beberapa dalil yang telah
disebutkan jelaslah bagaimana
tingginya kedudukan seorang
suami. Semua itu menunjukkan
bahwa suamilah yang berhak
memimpin keluarganya. Dialah
yang pantas sebagai nahkoda
bagi sebuah bahtera yang ingin
pelayarannya berakhir dengan
selamat ke tempat tujuan. Inilah
pembagian Allah Subhanahu wa
Ta’ala yang Maha Adil maka tidak
pantas seorang hamba yang
mentaati-Nya untuk memprotes
ketetapan-Nya. Bukankah Dia
Yang Maha Tinggi telah
berfirman:
“Dan janganlah kalian iri
terhadap apa yang dikaruniakan
Allah kepada sebagian kalian
lebih banyak daripada sebagian
yang lain. (Karena) bagi kaum
pria ada bagian dari apa yang
mereka usahakan dan bagi kaum
wanita pun ada bagian dari apa
yang mereka usahakan. Karena
itu mohonlah kepada Allah
sebagian dari karunia-Nya.
Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui segala sesuatu.” (An
Nisa: 32)
Wallahu a’lam bish-shawab.
Senin, 19 September 2011
Sabtu, 17 September 2011
watak wanita berdasarkan alat kelamin
Dalam bahasa Sansekerta, alat
kelamin wanita disebut bhaga.
Berikut ini adalah pemahaman
tentang bhaga berdasarkan
sumber-sumber kuno India. Pada
dasarnya bhaga terbagi dua,
yakni yang tertutup oleh kulit
dan yang tertutup oleh
membran.
Dalam halnya dengan yang
pertama dikatakan demikian:
Wanita yang mempunyai rambut
tumbuh ke atas, yang bhaganya
berdaging dan padat, meskipun
dia terlahir dalam keluarga
golongan rendah, tapi dia akan
menjadi istri raja (maksudnya
penguasa atau pimpinan).
Jika bhaganya berbentuk seperti
daun peepal, menonjol seperti
punggung kepiting, dan tanpa
puncak atau kepala ditambah
bhaganya mempunyai kilau
bulan purnama, berdaging dan
menyerupai pantat kendi
(menonjol dan sedikit cembung),
maka wanita seperti ini akan
memberikan kenikmatan di
tempat tidur.
Dalam hal kedua:
Jika bhaga yang tertutup
membran berbentuk bunga tila
atau menyerupai kuku kuda:
kedua tipe tersebut akan
mengarah pada kemiskinan dan
wanita yang mempunyai bhaga
seperti itu akan melewatkan
hidupnya melakukan pekerjaan-
pekerjaan kasar.
Jika bhaga berbentuk ulookhala
(berbentuk lesung besar untuk
menumbuk padi atau gandum),
maka wanita tersebut akan
menderita.
Jika mulut bhaga lebar dan
menganga, maka dia akan
mengalami kematian awal.
Bhaga yang jelek tanpa banyak
daging dan rambut seperti
rambut kuda atau rambut gajah,
menandakan watak yang jelek,
kemiskinan, dan
ketidakberuntungan.
Sumber lain mengatakan
demikian:
Bhaga yang tertutup kulit atau
dilindungi kulit harus berukuran
besar dan berbentuk daun
peepal.
Wanita yang mempunyai bhaga
seperti punggung kepiting atau
lengan gajah merupakan
pertanda baik. Jika yang
menonjol adalah sisi kiri, maka
dia akan mempunyai lebih
banyak anak perempuan. Tetapi
jika yang menonjol adalah sisi
kanan, maka dia akan
mempunyai lebih banyak anak
laki-laki.
Bhaga harus mempunyai rambut
halus seperti rambut tikus.
Wanita yang mempunyai rambut
tebal dan kasar seperti rambut
gajah, tidak mempunyai
keberuntungan yang bagus.
Bhaga harus berbentuk seperti
daun teratai atau peepal. Jika
bhaga datar, maka tidak
menguntungkan.
Bhaga yang terlindungi atau
tertutup oleh membran harus
padat dan bhaganasa (membran
tipis di antara labia majora) tidak
boleh terlihat.
Jika bhaga seperti kuku rusa
atau seperti chulli (tungku India
berbentuk seperti huruf U) atau
seperti panci dengan mulut yang
terbuka lebar dengan bhaganasa
yang terlihat, maka ini adalah
pertanda yang tidak baik atau
tidak menguntungkan dan dia
akan menghabiskan hidupnya
untuk mengerjakan pekerjaan-
pekerjaan rumah tangga.
Wanita yang mempunyai bhaga
dengan putaran di dalamnya
yang menyerupai keong, tidak
dapat dibuahi atau mandul.
Jika bhaga berwarna seperti
bambu atau rotan (tidak
sepenuhnya berwarna merah)
atau tidak simetris, melengkung,
sangat lemas atau lentur,
panjang atau besar atau jika
bhaganasa sangat besar dan
menonjol, maka ini pertanda
yang sangat tidak
menguntungkan.
Bhaga yang baik harus tumbuh
seperti daun peepal dan
rambutnya tumbuh searah jarum
jam.
Jika ada gumpalan rambut, maka
wanita tersebut beruntung
dalam hal mempunyai anak laki-
laki, kemakmuran, dan lumbung.
Ciri-ciri bhaga yang bagus:
bentuknya menyerupai daun
peepal, menonjol atau cembung
seperti punggung kepiting atau
lengan gajah, berambut halus,
dan besar.
Yang tidak bagus: keras,
berambut tebal dan kasar, dan
kering (tidak berdaging).
Ciri-ciri yang bagus juga
demikian: berawarna seperti
teratai dan mempunyai
bhaganasa yang kecil, terbenam
dengan baik dan tidak terlihat.
Sebaliknya yang tidak bagus:
bhaganasa yang besar dan
menonjol keluar, memerlukan
fleksibilitas, dan menganga lebar.
Nih, masih ada lagi dari sumber
kuno lain:
Ada tujuh atribut yang katanya
menambah kenikmatan di
tempat tidur, yaitu bhaga harus
bersih, sangat hangat, padat,
bagian luarnya lembut, bagian
dalamnya kasar seperti lidah
sapi, tertutup atau menangkup,
dan mengeluarkan bau yang
harum.
Bhaga yang bagus: mempunyai
gumpalan rambut yang berada di
sebelah kiri, gumpalan atau
putaran rambut sesuai dengan
arah jarum jam.
Bhaga yang peot menandakan
kejandaan.
Jika tidak ada rambut sama
sekali, sangat dipuji kitab-kitab
kuno India (Apa maksudnya ya,
padahal menurut bangsa
Tiongkok, kalau “gundul” kurang
bernafsu dan kurang tahan
penyakit).
kelamin wanita disebut bhaga.
Berikut ini adalah pemahaman
tentang bhaga berdasarkan
sumber-sumber kuno India. Pada
dasarnya bhaga terbagi dua,
yakni yang tertutup oleh kulit
dan yang tertutup oleh
membran.
Dalam halnya dengan yang
pertama dikatakan demikian:
Wanita yang mempunyai rambut
tumbuh ke atas, yang bhaganya
berdaging dan padat, meskipun
dia terlahir dalam keluarga
golongan rendah, tapi dia akan
menjadi istri raja (maksudnya
penguasa atau pimpinan).
Jika bhaganya berbentuk seperti
daun peepal, menonjol seperti
punggung kepiting, dan tanpa
puncak atau kepala ditambah
bhaganya mempunyai kilau
bulan purnama, berdaging dan
menyerupai pantat kendi
(menonjol dan sedikit cembung),
maka wanita seperti ini akan
memberikan kenikmatan di
tempat tidur.
Dalam hal kedua:
Jika bhaga yang tertutup
membran berbentuk bunga tila
atau menyerupai kuku kuda:
kedua tipe tersebut akan
mengarah pada kemiskinan dan
wanita yang mempunyai bhaga
seperti itu akan melewatkan
hidupnya melakukan pekerjaan-
pekerjaan kasar.
Jika bhaga berbentuk ulookhala
(berbentuk lesung besar untuk
menumbuk padi atau gandum),
maka wanita tersebut akan
menderita.
Jika mulut bhaga lebar dan
menganga, maka dia akan
mengalami kematian awal.
Bhaga yang jelek tanpa banyak
daging dan rambut seperti
rambut kuda atau rambut gajah,
menandakan watak yang jelek,
kemiskinan, dan
ketidakberuntungan.
Sumber lain mengatakan
demikian:
Bhaga yang tertutup kulit atau
dilindungi kulit harus berukuran
besar dan berbentuk daun
peepal.
Wanita yang mempunyai bhaga
seperti punggung kepiting atau
lengan gajah merupakan
pertanda baik. Jika yang
menonjol adalah sisi kiri, maka
dia akan mempunyai lebih
banyak anak perempuan. Tetapi
jika yang menonjol adalah sisi
kanan, maka dia akan
mempunyai lebih banyak anak
laki-laki.
Bhaga harus mempunyai rambut
halus seperti rambut tikus.
Wanita yang mempunyai rambut
tebal dan kasar seperti rambut
gajah, tidak mempunyai
keberuntungan yang bagus.
Bhaga harus berbentuk seperti
daun teratai atau peepal. Jika
bhaga datar, maka tidak
menguntungkan.
Bhaga yang terlindungi atau
tertutup oleh membran harus
padat dan bhaganasa (membran
tipis di antara labia majora) tidak
boleh terlihat.
Jika bhaga seperti kuku rusa
atau seperti chulli (tungku India
berbentuk seperti huruf U) atau
seperti panci dengan mulut yang
terbuka lebar dengan bhaganasa
yang terlihat, maka ini adalah
pertanda yang tidak baik atau
tidak menguntungkan dan dia
akan menghabiskan hidupnya
untuk mengerjakan pekerjaan-
pekerjaan rumah tangga.
Wanita yang mempunyai bhaga
dengan putaran di dalamnya
yang menyerupai keong, tidak
dapat dibuahi atau mandul.
Jika bhaga berwarna seperti
bambu atau rotan (tidak
sepenuhnya berwarna merah)
atau tidak simetris, melengkung,
sangat lemas atau lentur,
panjang atau besar atau jika
bhaganasa sangat besar dan
menonjol, maka ini pertanda
yang sangat tidak
menguntungkan.
Bhaga yang baik harus tumbuh
seperti daun peepal dan
rambutnya tumbuh searah jarum
jam.
Jika ada gumpalan rambut, maka
wanita tersebut beruntung
dalam hal mempunyai anak laki-
laki, kemakmuran, dan lumbung.
Ciri-ciri bhaga yang bagus:
bentuknya menyerupai daun
peepal, menonjol atau cembung
seperti punggung kepiting atau
lengan gajah, berambut halus,
dan besar.
Yang tidak bagus: keras,
berambut tebal dan kasar, dan
kering (tidak berdaging).
Ciri-ciri yang bagus juga
demikian: berawarna seperti
teratai dan mempunyai
bhaganasa yang kecil, terbenam
dengan baik dan tidak terlihat.
Sebaliknya yang tidak bagus:
bhaganasa yang besar dan
menonjol keluar, memerlukan
fleksibilitas, dan menganga lebar.
Nih, masih ada lagi dari sumber
kuno lain:
Ada tujuh atribut yang katanya
menambah kenikmatan di
tempat tidur, yaitu bhaga harus
bersih, sangat hangat, padat,
bagian luarnya lembut, bagian
dalamnya kasar seperti lidah
sapi, tertutup atau menangkup,
dan mengeluarkan bau yang
harum.
Bhaga yang bagus: mempunyai
gumpalan rambut yang berada di
sebelah kiri, gumpalan atau
putaran rambut sesuai dengan
arah jarum jam.
Bhaga yang peot menandakan
kejandaan.
Jika tidak ada rambut sama
sekali, sangat dipuji kitab-kitab
kuno India (Apa maksudnya ya,
padahal menurut bangsa
Tiongkok, kalau “gundul” kurang
bernafsu dan kurang tahan
penyakit).
Langganan:
Postingan (Atom)